LightBlog

Sunday, March 20, 2011

Kehebatan Kebijakan "Sang Kelamin"

Catatanku, March, 12 th 2010

 Tiba-tiba semua terlihat dan terdengar memuakkan
Semua orang melacurkan diri, perempuan-perempuan itu juga sebagian pelacur “lanang” yang menjijikkan. Perempuan perempuan itu tertawa dengan melodi yang terdengar mesum, sambil tangannya menggapai lengan, pundak, atau bagian tubuh sang (segala jenis) penguasa. Demi uang, demi jabatan, demi anggapan, demi nilai A, dan DEMI-DEMI hal lain yang sekiranya memang bisa tercapai dengan jalan pintas, tanpa usaha, cukup senyum, tertawa, berbincang seputar kinerja kelamin
yang memang tidak perlu intelektualitas atau training khusus, dan tidak penting apakah nanti akan berujung pada berbagi kehangatan sesaat (song@Cinta Satu Malam) atau teken kontrak untuk pelacuran sesuai kebutuhan, bisa juga seumur hidup (harus ikhlas gak punya status formal). Seolah-olah semuanya begitu pantas, biasa dan harus dimaklumi. Sesaat segala urusan hukum atau aturan-aturan akan begitu mudah terselesaikan, hanya cukup dengan senyum, tertawa, dan sedikit perbincangan “cara memproyeksikan kinerja kelamin tepat-guna secara kooperatif, simple, dan harus terlihat normative” (mengutip istilah ilmiah dari para politikus ulung). Dalam hal seperti ini, otak, uang, kekuasaan, kemakmuran kewibawaan, memang milik kaum adam. Yang tidak bisa dinafikan adalah *kebanyakan semuanya dijalankan dibawah bayang-bayang desahan, kemulusan paha, dan kenikmatan (kata orang sih) kelamin kaum Hawa. Hahahaha…sepertinya memang sulit untuk memungkiri itu, tidak terkecuali penulis. Otomatis, apapun itu, jika sudah tersodori kebijakan kekuasaan sang kelamin, akan begitu mudah terselesaikan.



Sang DPR berkata “Ah itu gampang, proyek akan segera menjadi milik anda”. Yang Mulia Bapak Hakim juga berujar serupa, “semua bisa diatur”. “Kamu ingin nilai apa? A, atau A plus?” Bisik Bapak Dosen. Salud!... Salud untuk kebijakan kelamin yang begitu dahsyat mengusai kekuatan rasional. Kedengarannya kalimatku begitu pesimis sebagai seorang laki-laki yang memang hanya berstatus mahasiswa di sebuah PTS swasta di kota gurem sepertiku. Yang terjadi adalah, setiap hari berbagi cerita dengan beberapa teman perempuan yang memang tak jauh dari kata “ndableg” (red), memberikan suatu kesimpulan, bahwa selain “UANG”, ada penguasa lain yang tak kalah hebatnya, yaitu “KELAMIN” (lebih tepatnya kebutuhan kelamin). Bisa dikatakan keduanya berkaitan dan saling membutuhkan, di saat yang berbeda keduanya punya kekuatan untuk saling menjatuhkan. Tidak sulit untuk dibayangkan, bila pemerintahan, kekuasaan, kebijakan (atau apalah) dijalankan dibawah kebijakan “Sang Kelamin”, apa yang akan terjadi kemudian. Proporsional? Gak jamin deh! Mungkin anda meradang (bagi yang merasa) ketika membaca tulisan saya, atau bahkan anda tertawa melecehkan. Its ok. Ini memang lucu (bagi saya) dan terlihat naif. Sepertinya ini yang saya rasakan sedang menggejala di sekitar saya. Atau ini sekedar perasaan saya? Atau mungkin hanya terjadi di linkungan yang saya temui? Semoga saja, semua hal tentang tulisan ini (seperti kecemburuan social ya?) tidak berlaku di lingkungan atau di kota-kota kalian. Wassalam.
(Hanz)

No comments:

Post a Comment

LightBlog